Setiap tahunnya masyarakat Tionghoa di Singkawang selalu merayakan IMLEK untuk menyambut kedatangan Tahun Baru CHINA. Event ini merupakan perayaan tradisional termegah yang dirayakan seluruh warga di sana. Kemeriahan ini sama hal nya perayaan Idul Fitri umat Islam atau pun Natal bagi umat Kristen. Pada perayaan ini lah biasanya jalanan di Singkawan dihiasi oleh puluhan ribu LAMPION yang didatangkan dari berbagai pengrajin lampion ,baik di Indonesia maupun dari negeri CINA. Sehingga bisa dibilang ada hubungan yang sangat erat antara LAMPION dan Cap Go Meh di Singkawang.
Imlek selalu dirayakan selama 15 hari berturut-turut dan hari puncak ke-15 disebut dengan Cap Go Meh. Dalam tradisi Tionghoa berarti malam ke-15 yang merupakan puncak perayaan Imlek dan Cap Go Meh dirayakan secara khusus. Tahun baru Imlek lahir dari tradisi masyarakat Tiongkok yang merupakan wujud rasa syukur kepada Tuhan atas hasil panen dan sekaligus harapan agar musim berikutnya memperoleh hasil panen yang lebih melimpah. Jika dikaji lebih dalam, Cap Go Meh di Indonesia sendiri merupakan perpaduan budaya Tiongkok dan budaya lokal Indonesia. Sebagai buktinya adanya lontong Cap Go Meh. Lontong adalah makanan lokal asli Indonesia, sedangkan Cap Go Meh adalah tradisi yang lahir dari Imlek (budaya CINA).
Puncak acara Imlek atau Cap Go Meh ini dimaksud untuk menangkal gangguan atau kesialan di masa mendatang. Pengusiran roh-roh jahat dan peniadaan kesialan dalam Cap Go Meh disimbolkan dalam pertunjukan Tatung. Tatung adalah media utama Cap Go Meh. Atraksi Tatung dipenuhi dengan mistik dan menegangkan, karena banyak orang kesurupan dan orang-orang inilah yang disebut Tatung. Upacara pemanggilan tatung dipimpin oleh pendeta yang sengaja mendatangkan roh orang yang sudah meninggal untuk merasuki Tatung. Roh-roh yang dipanggil diyakini sebagai roh-roh baik yang mampu menangkal roh jahat yang hendak mengganggu keharmonisan hidup masyarakat. Roh-roh yang dipanggil untuk dirasukkan ke dalam Tatung diyakini merupakan para tokoh pahlawan dalam legenda Tiongkok, seperti panglima perang, hakim, sastrawan, pangeran, pelacur yang sudah bertobat dan orang suci lainnya.
Roh-roh yang dipanggil dapat merasuki siapa saja, tergantung apakah para pemeran Tatung memenuhi syarat dalam tahapan yang ditentukan pendeta. Para Tatung diwajibkan berpuasa selama tiga hari sebelum hari perayaan yang maksudnya agar mereka berada dalam keadaan suci sebelum perayaan.
Dalam atraksi Tatung yang sudah dirasuki roh orang meninggal bertingkah aneh, ada yang menginjak-injak sebilah mata pedang atau pisau, ada pula yang menancapkan kawat-kawat baja runcing ke pipi kanan hingga menembus pipi kiri. Anehnya para Tatung itu sedikit pun tidak tergores atau terluka. Beberapa Tatung yang lain dengan lahapnya memakan hewan atau ayam hidup-hidup lalu meminum darahnya yang masih segar dan mentah.
Di Singkawang banyak orang Dayak yang juga turut serta menjadi Tatung, mereka terdorong berpartisipasi karena ritual Tatung mirip upacara adat Dayak. Sejak pertama kali datang ke Singkawang masyarakat Tionghoa telah menjalin persahabatan erat dengan penduduk pribumi khususnya suku Dayak. Karena itu tidak ada kecanggungan di antara kedua etnis ini. Dahulunya Singkawang merupakan tempat persinggahan para penambang emas yang berasal dari Tiongkok. Gelombang migrasi besar-besaran pada tahun 1760, membawa masyarakat suku Tionghoa Hakka dari Guangdong China selatan yang mendarat di Pulau Kalimantan. Mereka menetap dan bekerja sebagai kuli tambang emas dan intan di monterado, Kalimantan Barat. Meski secara fisik maupun budaya ada yang berasimilasi dengan penduduk lokal, mereka juga tetap mempertahankan adat istiadat leluhur yang dipertahankan hingga kini. Karena pada umumnya mereka penganut Kong Hu Cu dan Buddha maka perayaan imlek menjadi tradisi istimewa yang senantiasa mereka rayakan.
Perayaan Cap Go Meh bukan hanya membuat daerah Singkawang di kenal dunia, tetapi juga memberikan kontribusi pada perekonomian masyarakat. Baik masyarakat setempat dan juga para pengrajin LAMPION seperti kami. Memang LAMPION dan Cap Go Meh di Singkawang seperti 2 sisi mata uang yang tidak terpisahkan.